Pentingnya Imunitas Tubuh, meski Sudah Divaksinasi

Bagikan Artikel Ini ke

JAKARTA, 28 April 2021 – Pasca program vaksinasi di Indonesia, penyebaran Covid-19 masih belum turun signifikan. “Masalah Covid-19 di Indonesia masih belum menggembirakan,” kata Dokter Spesialis Paru, Dr.dr. Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K).

Kasus harian tetap ada, bahkan, sudah mulai mencapai penambahan kasus sekitar 6.000-an lagi per hari. Hal ini cukup mengkhawatirkan. Kasus COVID-19 di Indonesia sudah di atas 1,6 juta dengan angka kematian lebih dari 44 ribu. Saat ini, Indonesia di peringkat ke-18 di dunia, dari sisi jumlah kasus COVID-19. Indonesia masih perlu waspada, karena baru melakukan vaksinasi sekitar 2%-an dari target jumlah orang yang divaksin.

“Harus diingatkan untuk menjaga imunitas tubuh agar pencegahan bisa benar-benar dilaksanakan. Kita sudah sangat menderita, karena pandemi tidak kunjung selesai,” ujar dokter dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Lebih jauh dr. Erlina menegaskan, sebenarnya Indonesia bisa belajar dari India, yang baru-baru ini mengalami Tsunami Covid-19, hingga jumlah kasus yang terinfeksi mencapai 200 ribu per harinya. Bahkan, angka kematian akibat Covid-19 juga meningkat. “Ini terjadi karena masyarakat abai dengan protokol kesehatan dan karena mereka merasa sudah divaksin. Belajar dari India, maka vaksin bukan segala-galanya. Kalau sudah divaksin, jangan eforia dan abai dengan prokes,” ia mengingatkan.

Senada dengan dr. Erlina, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Alergi Immunologi, Dr. dr. Gatot Soegiarto, Sp.PD-KAI, FINASIM juga menegaskan tidak ada perlindungan yang sifatnya seratus persen dari vaksin.

Dalam kondisi sekarang, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan memberikan perlindungan 50 persen saja melalui vaksin sudah bisa dilakukan. Tentu saja setelah vakin melewati serangkaian uji klinis, fase 1 sampai fase 3 sehingga aman digunakan.

Perlindungan 50 persen artinya kalau dibandingkan orang yang tidak divaksin, orang yang divaksin risiko tertularnya 50 persen lebih rendah. BPOM sendiri telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization pada vaksin Sinovac dengan efikasi 65,3 persen. Artinya, risiko tertularnya 65,3 persen lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak divaksin. 

Angka ini juga berarti orang yang divaksin pun masih tetap ada kemungkinan terinfeksi Covid-19. Namun kemungkinan lebih kecil ketimbang mereka yang tidak divaksin. Termasuk yang sudah pernah terinfeksipun masih bisa terkena.

Dokter Gatot mengatakan, orang yang terinfeksi tergantung tingkat keparahan infeksinya. Infeksinya bisa tanpa gejala, gejala ringan, gejala sedang, gejala berat, atau gejala kritis.

“Semakin berat tingkat infeksinya, tubuh berjuang semakin keras untuk mengalahkan virus. Fakta yang diperoleh, antibodi itu berbanding lurus dengan tingkat keparahannya,” jelas Dr Gatot.

Kalau orang tanpa gejala (OTG), antibodinya rendah, kalau gejala ringan, antibodinya agak lebih tinggi. Lebih tinggi lagi antibodinya jika bergejala sedang, parah, bahkan kritis. Tapi kalau kritis pilihannya dua, berhasil mengalahkan sehingga sembuh dan punya antibodi tinggi, atau kalah akhirnya meninggal. Seperti diketahui kasus positif di Indonesia sebagian besar OTG-ringan.

Titer antibodi penyintas Covid ini tergantung pada masing-masing orang dan kondisi yang dihadapi. Sehingga titer antibodinya ada yang bertahan 3-8 bulan, setelah itu turun. 

Selain cakupan vaksinasi yang masih kecil, ada juga risiko mutasi virus. Walaupun mutasi virus itu sebenarnya kondisi yang normal. 

Mutasi terjadi, kalau penularan terus menerus terjadi. Kalau herd immunity karena vaksinasi ini tidak tercapai, penularan akan terus terjadi. Dan kalau penularan terus terjadi, potensi mutasi virus juga akan terus terjadi. Sebab, mutasi virus itu sesuatu yang normal, karena virus memang cenderung bermutasi. Terutama kalau penularannya terus berlangsung. 

“Kalau kita ingin ingin mencegah mutasi, yang harus dilakukan adalah mencegah penularan yang terus menerus terjadi itu,” jelas Dr. Erlina.

https://youtube.com/watch?v=8GTvf00rx-g%3Frel%3D0%26hd%3D0


Immunomodulator

Dokter Gatot mengatakan, orang yang telah dilakukan vaksinasi responnya bisa macam-macam. Tergantung usia, gender, kualitas gizi, memiliki penyakit penyerta, dan stres.

Orang yang usianya muda dibandingkan dengan yang tua, respon atau titer antibodi yang dibentuk lebih rendah yang berusia lebih tua. Karena orang tua mengalami penurunan fungsi. Salah satunya fungsi imun yang menurun.

Antara laki-laki dan perempuan, yang lebih tinggi adalah perempuan. Antara yang gizinya bagus dan yang buruk, yang dengan gizi baguslah respon antibodi lebih tinggi.

Orang yang memiliki penyakit penyerta, kemampuannya untuk membentuk antibodi juga lebih rendah dibandingkan orang yang tidak memiliki penyakit penyerta. 

Faktor stres juga berpengaruh. Orang yang stres, kemampuan membentuk antibodinya juga menurun. Termasuk untuk mereka yang mengonsumsi antibiotika, respon imun atau kemampuan untuk membentuk antibodi juga turun.

Sebaliknya ada bahan tertentu yang memiliki kemampuan untuk membentuk titer antibodi. Beberapa diantaranya adalah probiotik dan fitofarmaka (bahan-bahan dari herbal) yang dapat meningkatkan sistem imun, seperti echinacea purpurea yang akhirnya disebut sebagai immunomodulator.

“Penggunaan immunomodulator seperti echiancea purpurea ternyata bisa meningkatkan titer antibodi terhadap vaksinasi. Respon tubuh menjadi lebih baik,” jelas Dr. Gatot.

Ia juga menepis anggapan bahwa saat pemberian dosis 1 ke dosis 2 tidak boleh mengonsumsi immunomodulator. “Antara jeda vaksinasi dosis 1 dan dosis 2 kita boleh mengonsumsi immunomodulator. Ini memang tergantung obat yang dikonsumsi. Kalau obatnya steroid, obat penurun panas, kalau dikonsumsi hanya sehari sesuai kebutuhan tidak masalah. Tapi kalau berkepanjangan, ada jurnal yang meneliti bahwa konsumsi yang berlebihan dengan jenis obat ini (steroid, obat penurun panas, Red) maka titer antibodinya menurun. Namun, kalau yang digunakan adalah immunomodulator echinacea purpurea, justru yang meningkatkan titer antibodi. Justru itu yang boleh,” kata Dr. Gatot.

Menurut dokter Gatot, lansia disarankan mengonsumsi immunomodulator seperti echinace purpurea, karena sifatnya kalau imun lemah dia membantu meningkatkan, kalau sudah berlebihan akan mengerem.

“Lansia itu mengalami penurunan fungsi imun. Lansia kalau mengonsumsi immunomodulator seperti echinace purpurea, maka pemberian itu bagus. Artinya, dalam kondisi yang kurang, maka lansia harus dibantu atau dirangsang dengan immunomodulator seperti echinacea purpurea,” katanya.

Hal yang sama dikemukakan Dr. Erlina. Masyarakat yang sudah mendapat vaksin Covid pun tetap butuh suplemen seperti immunomodulator.

“Sebenarnya, suplemen atau vitamin itu ada di makanan, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran. Tapi, tidak semua orang suka sayur dan buah. Jadi, menurut saya, harus ada beberapa ikhtiar untuk menghindari terjadinya infeksi covid-19 ini. Selain vaksinasi, juga bisa menjalankan 5M, termasuk juga dengan meningkatkan imunitas tubuh, salah satunya dengan mengonsumsi immunomodulator,” kata Dr. Erlina.

Ramadan dan Mudik

Bicara Ramadan dan Mudik, maka masyarakat Indonesia tak bisa lepas dari tradisi kumpul bersama. Mulai dari kumpul bersama dalam konteks berbuka puasa bersama keluarga atau kerabat, hingga berkumpul bersama pada saat silaturahmi pada hari raya atau Lebaran. Meski pemerintah telah melarang mudik Lebaran tahun ini, namun kebiasaan untuk kumpul bersama keluarga tak terhindarkan. Sebab, berkumpul bersama di area lokal atau terdekat, masih diizinkan. Tradisi kumpul bersama inilah yang berpotensi penularan Covid-19, jika masyarakat abai dengan protokol kesehatan dan tidak mampu menjaga imunitas tubuh mereka.

Menurut dr. Gatot, autophagy adalah kondisi di mana pada saat orang berpuasa lebih dari enam jam, tubuhnya memiliki mekanisme untuk membersihkan dirinya dari sel-sel yang tidak berfungsi dengan baik, membersihkan diri dari bahan-bahan toksik dan dari penyimpangan metabolise dalam tubuh sehingga sel-sel yang tidak berfungsi atau bahan-bahan toksik dapat dibersihkan sendiri.

Dengan demikian, orang yang berpuasa sistem imun jadi lebih bagus. Sel darah putih juga lebih bagus. Hal ini terjadi jika seseorang mendapatkan bahan-bahan baku yang cukup pada saat sahur. 

“Makanya, dianjurkan makan sahur pada saat akan berpuasa. Termasuk, mengonsumsi immunomodulator ketika sahur, agar ketika menjalani puasa, maka bahan bakunya dapat digunakan untuk proses autophagy,” kata Dr. Gatot.

Mengonsumsi immunomodulator pada saat sahur ini bagus dilakukan oleh orang lansia maupun mereka yang masih muda atau usia produktif.

DR. Raphael Aswin Susilowidodo, M.Si, VP Research & Development and Regulatory SOHO Global Health mengatakan immunomodulator yang baik mengandung ekstrak Echinacea pupurea dan zinc picolinate. Kandungan ekstrak Echinacea purpurea telah terbukti secara klinis dapat memodulasi sistem daya tahan tubuh dan mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Sementara zinc picolinate berperanan aktif dan bekerja sinergis pada sistem imun tubuh.

IMBOOST merupakan produk immunomodulator dari bahan natural yang berfungsi meningkatkan sistem imun tubuh dari SOHO Global Health yang mengandung ekstrak Echinacea pupurea dan zinc picolinate. Selain itu terdapat juga IMBOOST Force yang mempunyai kekuatan lebih dalam imunostimulan karena terdapat tambahan kandungan ekstrak Black Elderberry yang dapat mencegah replikasi virus serta menstimulasi peningkatan sistem imun tubuh dengan cara meningkatkan produksi monosit, yaitu bagian darah putih yang berperan dalam sistem imun tubuh, sehingga akan mempercepat proses penyembuhan bagi orang yang sudah sakit karena terinfeksi virus. Oleh sebab itu, IMBOOST Force selain untuk pencegahan juga dapat diberikan bersamaan dengan pengobatan dari dokter.

IMBOOST telah melalui pengujian keamanan dan efikasi, serta telah terdaftar dan mendapatkan ijin edar dari Badan POM dan telah dipasarkan lebih dari 20 tahun. Sehingga IMBOOST secara umum dinyatakan aman untuk dikonsumsi dan bermanfaat bagi daya tahan tubuh. Saat ini produk – produk IMBOOST terdiri dari berbagai macam sediaan yaitu IMBOOST Tablet, IMBOOST Force Kaplet, IMBOOST Force ES Kaplet, IMBOOST Force Cough, IMBOOST Kids Syrup, IMBOOST Force Kids Syrup, IMBOOST Tablet Hisap, IMBOOST Effervescent dan juga IMBOOST Lozenges.

Kunjungi link berikut untuk informasi lebih lanjut mengenai produk-produk Imboost

Bagikan Artikel Ini ke

Artikel Terkait